~ Beberapa waktu terakhi ini aku merasakan suatu perasaan hampa yang begitu dalam. Makro kosmosku sedikit terguncang, namun aku agak terlambat menyadarinya.
~Ternyata sumber semua itu adalah aku telah kehilangan. Kehilangan seseorang yang telah 86 tahun menyatu dalam kehidupannku. Alam bawah sadarku bergolak tapi aku tak menyadarinya.
~Kehilangan akan tetap terjadi
dalam tiap fase hidup kita.
Karena tak ada sesuatu yang
abadi, kecuali perubahan itu
sendiri. Satu-
satunya cara untuk
persiapkan hati kita adalah,
dengan menjaga jarak antara
perasaan dan logika untuk di
fungsikan masing-masing
pada saat yang tepat. Tidak
dengan memaksakan diri.
~Karena tak mungkin
menyuruh seseorang untuk
berhenti menangis saat orang
terkasihnya pergi. Awal
terjadinya rasa kehilangan,
ikuti sajalah kesedihan kita
seberapa jauh dia mengalir.
Jangan menentangnya.
Alirkan saja. Ikuti geraknya.Tumpahkan perasaan kita.
Karena segala sesuatu butuh
proses sealami mungkin
untuk mengeluarkan energi
negatif dan memasukan
kembali energi positif. Dengan
harapan spirit hidup kita
menyala kembali. Saat proses
pengaliran energi negatif
dalam kesedihan, boleh
vakumkan logika untuk
sementara, namun jangan
larut selamanya. Karena
kehidupan akan selalu
menanti untuk dijalani
dilangkah kita berikutnya. Jadi
mau tak mau kita harus tetap
hidup kalau memang mau
terus hidup dan tak memilih
mati ditempat. Percayakan
kesedihanmu pada Tuhan.
Karena hanya DIA yang paling
memahami urusan kita.
~Kita boleh merasa kehilangan, asal jangan sampai kehilangan jati diri dan kehilangan nurani, sehingga kita merasa asing terhadap diri sendiri.
By Budijava Rhagagaz
10 Mei 2011
01 Mei 2011
Menikmati Kepahitan Hidup
~ Pengurbananku, kebaikanku, keikhlasanku kadang berbuah pahit, namun aku tidak akan berhenti berhenti berbuat kebaikan. Karena setiap perbuatan adalah pilihanku dan aku tahu resikonya.
~ Akan kulakukan segalanya untuk keluargaku atau bagi siapa saja yang kuanggap keluargaku. Aku tak butuh pernyataan, penghargaan, atau pujian atas segala pengorbanan dan kebaikanku. Itu semua sudah pilihan hidupku.
~ Aku terbiasa hidup dalam kepahitan, dan aku bisa menikmatinya. Aku pernah terpuruk dan berada di titik nadir kehidupan. Namun aku tidak luluh lantak. Aku tetap selalu bisa menikmati hidup, seburuk apapun situasinya.
~ Bila hati dan pikiran kita masih bisa tergetar dan takjub dalam penderitaan dan kepahitan berarti kita masih berjiwa. Nikmati kepahitan hidup ini seperti saat kamu menikmati kemanisan dan kesenangan.
By Budijava Rhagagaz
Langganan:
Postingan (Atom)