22 Maret 2011

Kepekaan Nurani


~ Kadang aku menyayangi (bukan mencintai) orang lain seperti menyayangi keluargaku sendiri, melebihi menyayani diriku sendiri. Walau akhirnya yang kudapat hanya kebencian yang membabi-buta, yang menafikan kepekaan nurani. Naif memang, namun aku ikhlas. Itu semua adalah proses pembelajaran kedewasaan yang tak mengenal batas waktu.

~ Merenungkanmu kini memang akan menggugah haruku. Aku berekspektasi terlalu tinggi terhadap dirimu. Kedewasaan tak dapat dipercepat, direncanakan atau didatangkan dengan paksa. Harus berjalan sesuai dengan proses kehidupan. Itulah yang terlambat aku sadari. Cara seseorang mencapai tataran kedewasaan tidaklah sama.

~ Aku memang bodoh dan kadang naif, namun aku mengakui dan menyadari kebodohanku itu. Aku hanya berusaha menjadi orang yang baik, berguna dan bermartabat. Aku tak tertarik menjadi orang yang pandai dan terkenal tapi tanpa kepekaan nurani.

~Berbahagiaalah bagi orang yang pernah kuanggap sebagai saudaraku, berarti dia telah mendapatkan sebagian jiwaku. Dan aku takkan pernah menyesali komitmenku karena itu kuanggap sebagai membayar hutang pada manusia dan kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar